Thursday, September 30, 2004

TNI masih ingin berpolitik

Rabu , 29/09/2004 14:38 WIB
Disahkannya RUU TNI Bukti TNI Masih Ingin Berpolitik
Anindhita Maharrani - detikInet
Jakarta, Disahkannya Rancangan Undang-undang (RUU) TNI adalah bukti ketidakrelaan TNI untuk keluar dari wilayah politik. Ada potensi membahayakan proses demokrasi di dalam RUU TNI.Demikian dikatakan Direktur Senjata Kartini (SEKAR) Nuraini saat berbincang dengan detikcom, Rabu (29/9/2004) siang."RUU ini membuktikan bahwa tetap ada ketidakrelaan TNI untuk keluar dari wilayah politik. Kita tetap menolak RUU TNI karena tuntutan utama kita dari dulu, TNI tidak berpolitik tapi kembali ke fungsi semula sebagai penjaga keamanan," tutur Nuraini.Walaupun telah dilakukan revisi, namun menurut Nuraini isi RUU TNI masih belum dapat diterima. "Meskipun sudah ada revisi, masih ada potensi untuk membahayakan proses demokrasi. Ada poin yang misalnya bicara soal fungsi militer untuk perang tapi ada juga dinyatakan fungsi pengamanan internal," jelasnya.Menurutnya, fungsi militer dan pengamanan internal ini perlu dikritisi lebih jauh. "Fungsi ini patut untuk kita kritisi, karena tidak ada ketegasan keamanan di tingkat internal sendiri bagaimana. Apakah ketika ribuan orang berdemo dianggap ancaman yang bisa melegitimasi tentara juga terlibat, mestinya RUU TNI adalah RUU yang mengatur ruang gerak TNI dalam politik maupun ekonomi secara tegas," demikian Nuraini.(dit/)

Monday, June 28, 2004

Sekar Serukan Hentikan Penyiksaan Rakyat

Senin, 28 Juni 2004
KEDU & DIY

YOGYAKARTA - Sebuah LSM perempuan yang bernama Senjata Kartini (Sekar) Yogyakarta menyerukan penghentian penyiksaan terhadap rakyat, menolak segala bentuk praktik-praktik militerisme, menolak kekerasan terhadap rakyat dan kekerasan terhadap perempuan yang dilanggengkan oleh militer.
Berikutnya, LSM itu juga menolak calon presiden dari militer dan sipil yang berwatak militer, menyerukan penghentian penyiksaan dan kekerasan terhadap rakyat Aceh, Papua, dan daerah konflik lain, penghapusan teritorial angkatan darat dari kodam sampai babinsa, serta bebaskan tapol/napol.
Pernyataan sikap Sekar itu disampaikan oleh Koordinator Sekar Yogyakarta Isneningtyas Yulianti kepada Suara Merdeka Sabtu pagi, sebagai pernyataan sikap berkaitan dengan Hari Antipenyiksaan Internasional.
Tak hanya sampai di situ penderitaan rakyat. Pemerintahan sipil pimpinan Mega-Hamzah yang diharapkan dapat memberikan ruang-ruang demokrasi bagi seluruh rakyat, kata dia, ternyata juga berwatak militeristis yang hanya menghasilkan penderitaan baru bagi jutaan rakyat. Mega-Haz lebih senang bersanggama dengan ABRI daripada menggusur tuntas pelanggaran HAM dan kekerasan yang dilakukan oleh ABRI.
Penerapan DOM dan darurat militer di Aceh dan di Papua menyebabkan ratusan rakyat sipil mati, petani Mangarai mengalami intimidasi oleh polisi karena menuntut tanahnya, kawan-kawan prodemokrasi di Bali, Jakarta, Yogyakarta, Palu, Samarinda ditangkapi karena aksi-aksi demonstrasi yang dilakukan. Terakhir, penyerbuan dan kekerasan mahasiswa di kampus Universitas Muslim Indonesia (UMI) pada awal Mei lalu.
Kini pada Pemilu 2004, tambah dia, militer kembali ikut bermain untuk merebut kekuasaan dan menimbulkan pertanyaan apakah mungkin militer yang memiliki kekuatan bersenjata yang berlumuran darah rakyat dapat menjalankan pemerintahan dengan cara-cara demokratis.
Sejarah telah membuktikan pemerintahan kapitalis-militeristik pimpinan Jenderal Soeharto telah menghasilkan 5 juta jiwa mati pada peristiwa 65, petani kehilangan tanahnya disulap menjadi lapangan golf dan mal, pers dibungkam, DOM Aceh, Papua, kasus Talang Sari, Tanjung Priok, Malari, Kedungombo, 27 Juli 1996, penculikan aktivis 1998, kerusuhan Mei serta pemerkosaan dan pembunuhan ras etnis Tionghoa. (P12-76e)

Sunday, April 25, 2004

LSM Perempuan Tolak Militer

Sabtu, 24 April 2004
LSM Perempuan Tolak Militer
Jakarta, Kompas - Senjata Kartini (Sekar), lembaga swadaya masyarakat (LSM) untuk perempuan, menolak calon presiden (capres) dari kalangan militer. Menurut mereka, terpilihnya kandidat presiden dari kalangan militer akan kembali membuat kaum perempuan di Tanah Air teraniaya karena adanya kecenderungan pendekatan militer dalam setiap keputusan presiden. Pendekatan itu terbukti berulang kali membuat kaum perempuan dan anak menjadi korban.
Demikian Direktur Sekar Nuraini dalam acara jumpa pers di kantor Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Jumat (23/4) di Jakarta. Seusai jumpa pers, organisasi lain, Partai Rakyat Demokratik (PRD), menggelar acara serupa. PRD mengimbau masyarakat pemilih dalam pemilu presiden 5 Juli mendatang tidak membuka peluang kebangkitan militer dalam pemerintahan sipil.
Dalam pernyataan yang dibacakan Nuraini, Sekar meminta capres Wiranto dan Susilo Bambang Yudhoyono mempertanggungjawabkan kasus tragedi Trisakti, Semanggi I dan II, kerusuhan Mei 1998, dan darurat militer di Aceh. "Pemberlakuan darurat militer di Aceh mengakibatkan ribuan orang menjadi janda. Selama darurat militer, elite menggunakan metode kekerasan seksual terhadap perempuan."
Sekar mengingatkan seluruh komponen agar tidak memberikan ruang bagi kekuatan antidemokrasi untuk memimpin negeri. "Adalah tugas gerakan perempuan berbenah diri. Bila tidak, kebijakan yang tidak berpihak kepada perempuan makin leluasa disahkan," ujar Nuraini.
Sementara itu, Ketua Umum PRD Yusuf Lakaseng mengakui kebangkitan militer yang ditandai dengan munculnya sejumlah jenderal pensiunan disebabkan lemahnya masyarakat madani serta terpecah-pecahnya LSM gerakan mahasiswa dan gerakan prodemokrasi lainnya. "Ini semua memberi peluang kembalinya kekuatan lama, baik militer maupun sipil, yang tidak lain adalah kekuatan reformis gadungan dan Orde Baru," ujarnya. "Seluruh elemen harus bersatu." (WIN)

Saturday, April 24, 2004

SEKAR tolak Wiranto-SBY

Jumat , 23/04/2004 11:01 WIB
Senjata Kartini Tolak Wiranto-SBY
Anindhita Maharrani - detikInet
Jakarta, Yayasan Senjata Kartini (Sekar) menolak Wiranto dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai capres. Keduanya dinilai pelanggar HAM dan tidak representatif untuk dipilih kaum perempuan."Wiranto hingga kini menolak untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya dalam kasus Timtim, juga Kerusuhan Mei 1998. SBY bertanggung jawab atas pemberlakukan darurat militer di Aceh, di mana terdapat kekerasan seksual terhadap perempuan."Demikian tutur Direktur Yayasan Sekar, Nuraini, di Kantor Kontras jalan Cisadane Jakarta Pusat, Jumat (23/4/2004). Dalam penilaian Sekar, tidak ada satupun capres yang dapat mewakili suara perempuan pada pemilihan presiden mendatang."Jujur kita nilai, 5 paket capres yang mencuat sekarang ini (Mega, Wiranto, SBY, Amien Rais, dan Gus Dur) tidak ada yang representatif, di mana kaum bisa menaruh harapan," tukas Nuraini.Bahkan dalam masa kepemimpinan Presiden Megawati, lanjut dia, hak-hak kaum perempuan masih ditindas. "Selama 5 tahun terakhir, kita tidak melihat sepak terjang Mega dalam memperjuangkan nasib perempuan," ujarnya.Yayasan Sekar, kata dia, juga menganjurkan masyarakat, khususnya kaum perempuan, untuk tidak memilih presiden yang berlatar belakang militer."Sangat sulit berharap pemerintahan yang dipimpin tokoh militer dapat berjalan demokratis. Kami menyerukan untuk tidak memilih capres dan cawapres dari militer, serta menolak kembalinya militer dalam politik," tandas Nuraini. (sss/)