Monday, June 28, 2004

Sekar Serukan Hentikan Penyiksaan Rakyat

Senin, 28 Juni 2004
KEDU & DIY

YOGYAKARTA - Sebuah LSM perempuan yang bernama Senjata Kartini (Sekar) Yogyakarta menyerukan penghentian penyiksaan terhadap rakyat, menolak segala bentuk praktik-praktik militerisme, menolak kekerasan terhadap rakyat dan kekerasan terhadap perempuan yang dilanggengkan oleh militer.
Berikutnya, LSM itu juga menolak calon presiden dari militer dan sipil yang berwatak militer, menyerukan penghentian penyiksaan dan kekerasan terhadap rakyat Aceh, Papua, dan daerah konflik lain, penghapusan teritorial angkatan darat dari kodam sampai babinsa, serta bebaskan tapol/napol.
Pernyataan sikap Sekar itu disampaikan oleh Koordinator Sekar Yogyakarta Isneningtyas Yulianti kepada Suara Merdeka Sabtu pagi, sebagai pernyataan sikap berkaitan dengan Hari Antipenyiksaan Internasional.
Tak hanya sampai di situ penderitaan rakyat. Pemerintahan sipil pimpinan Mega-Hamzah yang diharapkan dapat memberikan ruang-ruang demokrasi bagi seluruh rakyat, kata dia, ternyata juga berwatak militeristis yang hanya menghasilkan penderitaan baru bagi jutaan rakyat. Mega-Haz lebih senang bersanggama dengan ABRI daripada menggusur tuntas pelanggaran HAM dan kekerasan yang dilakukan oleh ABRI.
Penerapan DOM dan darurat militer di Aceh dan di Papua menyebabkan ratusan rakyat sipil mati, petani Mangarai mengalami intimidasi oleh polisi karena menuntut tanahnya, kawan-kawan prodemokrasi di Bali, Jakarta, Yogyakarta, Palu, Samarinda ditangkapi karena aksi-aksi demonstrasi yang dilakukan. Terakhir, penyerbuan dan kekerasan mahasiswa di kampus Universitas Muslim Indonesia (UMI) pada awal Mei lalu.
Kini pada Pemilu 2004, tambah dia, militer kembali ikut bermain untuk merebut kekuasaan dan menimbulkan pertanyaan apakah mungkin militer yang memiliki kekuatan bersenjata yang berlumuran darah rakyat dapat menjalankan pemerintahan dengan cara-cara demokratis.
Sejarah telah membuktikan pemerintahan kapitalis-militeristik pimpinan Jenderal Soeharto telah menghasilkan 5 juta jiwa mati pada peristiwa 65, petani kehilangan tanahnya disulap menjadi lapangan golf dan mal, pers dibungkam, DOM Aceh, Papua, kasus Talang Sari, Tanjung Priok, Malari, Kedungombo, 27 Juli 1996, penculikan aktivis 1998, kerusuhan Mei serta pemerkosaan dan pembunuhan ras etnis Tionghoa. (P12-76e)